TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid "Pahlawan Nasiona dari NTB"

-fakta tokoh-
FaktaTokoh.Com- TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebutan masyarakat padanya. Sosok Pahlawan Nasional yang sudah tidak diragukan lagi walaupun baru disahkan pada tahun 2017 yang lalu. Namun jasanya di tanah Lombok tanah Seribu Masjid masih terukir abadi di hati masyarakat sampai sekarang.

TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid


Pada faktanya tokoh agama ini tidak hanya di Lombok, beliau juga dikenal diwilayah tanah air air karena merupakan tokoh utama pendiri Nahdatul Wathan (NW) di Indonesia. Karena kejeniusannya ia termasuk salah satu tokoh berpengaruh ditanah Lombok dan dikenal oleh semua kalangan masyarakat baik tua, muda, santri maupun anak sekolahan umum tidak ada yang tidak mengenal beliau ditanah kelahirnya Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB).

Biografi

Biografi beliau dimulai dari tingkat kejeniusan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dibuktikan dengan penyelesaian pendidikan yang singkat sewktu bersekolah di Madrasah al- Shaulatiyah Arab Saudi pada tahun 1928.

Berdasarkan hasil tes masuk TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid ditempatkan di kelas 3, namun ia meminta untuk ditempatkan di kelas 2 dengan alasan ingin memperdalam ilmu Nahu dan Sharaf sehingga iapun diizinkan masuk secara resmi di kelas 2.

Prestasi akademiknya sangat istimewa, dia berhasil meraih peringkat pertama dan juara umum. Dengan kecerdasan yang luar biasa, TGKH. Muhammad Zainuddin berhasil menyelesaikan studi dalam waktu hanya 6 tahun, padahal normalnya adalah 9 tahun. Dari kelas 2, diloncatkan ke kelas 4, kemudian loncat kelas lagi dari kelas 4 ke kelas 6, kemudian pada tahun-tahun berikutnya naik kelas 7, 8 dan 9.

Tidak ada kata istirahat atau jeda bagi Muhammad Zainuddin muda, saat pulang ke Lombok, tahun 1934, langsung mendirikan Pesantren al-Mujahidin memanfaatkan bangunan Musholla kecil di dekat kediamannya di Bermi, Pancor Lombok Timur.

Penamaan Pesantren al-Mujahidin yang berarti “Para Pejuang” ini bukan tidak disengaja, tetapi sebagai bentuk manifestasi Muhammad Zainuddin sebagai intelektual muda terdidik, melihat kondisi bangsanya yang masih terjajah Jepang pada kala itu.

Muhammad Zainuddin muda cepat mendapatkan kepercayaan di masyarakat, dengan kemampuan dan moralitas yang ditunjukkan. Masyarakat Pancor mempercayaikannya sebagai imam dan khatib shalat Jumat di Masjid Jami’ Pancor.

Figur anak muda alim yang memiliki integritas, keilmuan, serta perjuangan yang dilakukan, masyarakat menyandangkan gelar dengan sebutan “Tuan Guru Bajang” atau Tuan Guru Muda”. Masyarakatpun memintanya memberikan pengajian di Masjid Jami’ Pancor secara periodik.

Tidak hanya itu TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga terus melakukan dakwah keliling kampung dan dari desa ke desa. Disinilah TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mulai membangun masa untuk membebaskan tanah Seribu Masjid dari tangan penjajah.

Melalui dakwahnya Muhammad Zainuddin membangun komunukasi dengan semua kalangan masyarakat dalam rangka menyatukan ummat membebeskan tanah Seribu Masjid dari penjajahan jepang.

Pendiri Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI)

Penyatuan ummat juga dilakukan dengan membangun madrasah yang dinamakan Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI). Secara etimologis, nahdlah berarti perjuangan, kebangkitan, dan pergerakan. Wathan, berarti tanah air, bangsa atau negara. Sedangkan dîniyah islamiyah berarti agama Islam.

Nama Nahdlatul Wathan menunjukkan, Zainuddin muda sudah menemukan bentuk yang lebih matang, meletakkan perjuangan ke dalam konteks kebangkitan nasional, negara dan bangsa. Pengembangan Mandrasah NWDI sebagai wujud Zainuddin muda meletakkan konteks perjuangan dalam skala lebih luas.

Melalui dunia pendidikan Zainuddin muda meyakini akan adanya kesadaran masyarakat akan pembebasan dari belenggu penjajah yang sedang diperjuangkan seluruh rakyat Nusantara dengan cara membebaskan masyarakat dari kebobrokan moral sebagai akibat dari penjajahan, walaupun sempat menuai protes namun tetap di lanjutkan.

Cabang Madrasah NWDI Tahun 1945

Hasilnya seiring berjalan waktu madrasah itu semakin berkembang dan mulai memiliki cabang di berbagai daerah di pulau lombok. Hingga tahun 1945 tercatat sebanyak sembilan buah cabang Madrasah NWDI, yakni :
  1. Madrasah as-Sa’adah di Kelayu, tahun 1942;
  2. Madrasah Nurul Yaqin di Praya, tahun 1942
  3. Madrasah Nurul Iman, di Memben, tahun 1943;
  4. Madrasah Shirat al-Mustaqim, di Rempung, tahun 1943;
  5. Madrasah Hidayah al-Islam, di Masbagek, tahun 1943
  6. Madrasah Nurul Iman, di Sakra, tahun 1944
  7. Madrasah Nurul Wathan, di Mbung Papak, tahun 1944;
  8. Madrasah Tarbiyah al-Islam di Wanasaba, tahun 1944;
  9. Madrasah Far’iyyah, di Pringgasela, tahun 1945.

Dengan berdirinya cabang-cabang madrasah NWDI kekuatan rakyat Lombok mulai terbentuk. Cabang-cabang yang tersebar diseluruh wilayah Lombok telah menghasilkan para mujahid-mujahid yang berani berjuang dalam memerdekakan tanah Lombok. Sampailah pada masa berakhirnya penjajahan jepang di indonesia. Walaupun sudah berakhir, namun Jepang masih bersikukuh untuk tetap menempati wilayah Lombok.

Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia

Kabar kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, terdengar di Lombok sekitar bulan Oktober. Setelah mengetahui kemerdekaan Negara Republik Indonesia, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, tidak lantas berdiam diri, melainkan terus mengawal kemerdekaan dengan melakukan beberapa hal, antara lain:

Pertama, mengkonsolidasikan murid-murid yang memang sejak awal melakukan jihad fisabilillah, di bawah komando TGH Muhammad Faishal. TGKH Zainuddin Abdul Majid membagi kepada murid- murid tersebut 27 buah keris yang sudah dibacakan doa-doa tertentu.

Kedua, Muhammad TGKH Zainuddin Abdul Majid memerintahkan beberapa muridnya untuk mengibarkan bendera sederhana dengan warna merah putih di depan komplek madrasah. Dua santri yakni Nursaid dengan Sayid Hasyim ditugaskan agar bendera tidak diganggu.

Setelah informasi pasukan Jepang menyerah kepada Sekutu, serta proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia menyebar di Lombok. Para pejuang bergerak merebut senjata dan peralatan lain dari tentara Jepang. Seperti peristiwa Wanasaba (Lombok Timur) yang menelan korban jiwa, karena Jepang tidak mau begitu saja menyerah, sehingga terjadi pertumpahan daerah.

Ada juga penyerangan markas Jepang di Kopang (Lombok Tengah). Dan yang terbesar penyerangan di Labuhan Haji awal Januari 1946, kali ini penyerangan berhasil merampas senjata, tanpa ada korban jiwa, penyerangan ini dipimpin Sayid Saleh yang merupakan salah satu murid sekaligus sahabat dari TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Pendirian Madrasah NWDI dan NBDI merupakan bagian pergerakan kebangsaan yang dilakukan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.

Melalui kedua madrasah ini, berkiprah dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada masa revolusi fisik dan diplomasi kemerdekaan Indonesia sehingga wilayah Lombokpun dapat diambil alih kembali oleh rakyat.

Itulah sekilas perjuangan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang memperjuangkan kemerdekan tanah Seribu Masjid melalui dunia pendidikan. berlandaskan pemikiran pembebasan dari kebobrokan moral dan pemikiran adalah akar masalah untuk membebaskan tanah Lombok dari penjajahan akhirnya iapun dapat membuktikannya.

Baca Juga;
  1. Biografi K.H Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) dan Sisi Lainnya
  2. 6 Perjalanan Karir Gus Dur [Awal-Akhir] Terbaik
  3. K.H. Hasyim Asy’ari: Pendidikan Karakter Teladan dalam Kehidupan

Tahun 1945 tepatnya pada bulan Oktober akhirnya Lombok tanah Seribu Masjidpun terbebas dari penjajah dan kekuasaanpun diambil alih kembali oleh masyarakat. Demikianlah serangkaian tulisan mengenai TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai tokoh pemersatu ummat menuju kemerdekaan tanah seribu masjid yang ditulis dan disajikan oleh Ahmad Bahtiar.
-FaktaTokoh-

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid "Pahlawan Nasiona dari NTB""

Posting Komentar