Emha Ainun Najib dan Jasa Implisitnya

-fakta tokoh-

Faktatokoh.com-Emha Ainun Najib atau lebih akrab dengan panggilan cak Nun. Lahir di Jombang Jawa Timur pada 27 MEI 1953. Ia merupakan anak ke empat dari 15 bersaudara. Setelah lulus dari SMA Muhammadiyah 1 di Yogyakarta, Emha meneruskan pendidikannya di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada sebelum akhirnya pendidikan formalnya berakhir di semester 1. Meski tidak lulus sebagai seprang sarjana, namun pemikiran-pemikirannya melebihi sarjana pada umumnya.

Istrinya bernama Novia Kolopaking yang merupakan seorang seniman. Mempunyai 5 anak yang diberinya nama Sabrang Mowo Damar Panuluh, Ainayya Al-Fatihah (alm), Aqiela Fadia Haya, Jembar Tahta Aunillah, dan Anayallah Rampak Mayesha.

Sosok Emha Ainun Najib

Sebenarnya saya bingung, apakah Emha Ainun Najib merupakan tokoh nasional apa bukan, karena apa yang menjadi barometer atau ukuran untuk seseorang agar dikatakan sebagai tokoh nasionalpun tidak jelas. Jika yang menjadi ukuran seseorang untuk dikatakan sebagai tokoh nasional adalah orang tersebut harus mempunyai jasa besar bagi perubahan bangsa Indonesia, maka Emha Ainunj Najib atau cak Nun merupakan tokoh nasional.

Sosok Pahlawan Indonesia atau Bukan ?

Karena Emha Ainun Najib yang termasuk kedalam “walisongo” merupakan pahlawan yang membuka gerbang era reformasi dengan menjadi jalan turunnya Soeharto dari kursi kepemimmpinanya selama 32 tahun.

Emha Ainun Najib bersama Nurcholis Madjid dan beberapa tokoh lainnya seperti A. Malik Fajar, Utomo Dananjaya, dan S. Drajat berkumpul di Gedung Muhammadiyah Jl. Indramayu 14 Menteng Jakarta dan merundingkan cara bagaimana agar Soeharto mau turun dari kursi kepemimmpinan yang dipegangnya selama 32 tahun. Dari perundingan tersebut, dihasilkan surat untuk Soeharto yang diberi judul Husnul Khatimah.

Kritikan Untuk Soeharto

Surat tersebut dikirim kepada Soeharto, Soeharto setuju dengan isi surat tersebut, hingga pada tanggal 19 Mei 1998 Emha Ainun Najib, Nurcholis Madjid dan tiga temannya dipanggil dan di undang ke istana Negara untuk dimintai nasihat-nasihatnya, ditemani dengan empat sesepuh seperti Gus Dur dan KH Ali Yafi, ditambah Yuhsril Ihza Mahendra. Yang kemudian kesembilan tokoh inilah yang dikenal dengan istilah “wali songo”.

Saat pertemuan itu ada sebuah kata legend dari Emha, yaitu “ora dadi presiden ora patheken” yang kemudian secara mengejutkan digunakan oleh Soeharto dalam pidatoterakhirnya sebagai presiden, yakni ketika menyatakan meletakkan jabatan.

Mereka menyadari bahwa hanya dengan melakukan aksi demonstrasi tidak akan membuat Soeharto turun jabatan, karena pada saat itu Soeharto masih memegang penuh kekuasaan, ABRI masih dalam kendalinya, melakukan demonstrasi yang menunjukkan marahnya rakyat malah menjadikan Soeharto takut untuk turun jabatan.

Oleh karena itu Emha Ainun Najib, Nurcholis Majid, dkk mencari solusi yang paling aman untuk menuju reformasi dan menghentikan pertumpahan darah. Tidak banyak yang orang mengetahui tentang jasa Emha Ainun Najib yang menjadi jalan terbukanya era reformasi.

Hanya segelintir orang saja yang mengetahui, namun orang yang segelintir tersebut malah memfitnah bertemunya Soeharto dan Emha Ainun Najib merupakan kongkalikong alias bagi-bagi rupiah ataupun janji jabatan.

Kerendahan Hati Emha Ainun Najib

Padahal Emha Ainun Najib adalah orang yang sama sekali tidak tertarik dengan yang namanya uang dan jabatan, tidak hanya tidak tertarik, Emha bahkan tidak mau. Emha adalah satu-satunya orang yang berani mengkritik Soeharto secara langsung di hadapan banyak massa. Emha pula satu-satunya manusia yang mengkritik dan diketahui banyak orang, namun tidak pernah di tangkap dan di adili oleh Soeharto.

Sudah sejak lama Emha mengkritik kepemimpinan Soeharto, bahkan sebelum adanya kerusuhan-kerusuhan di bulan Mei 1998, namun tidak ada media pers manapun yang berani mengespost, mengunggah, menampilkan kritikan-kritikan dari Emha.

Entah karena media pers takut atau memang kritikan Emha tidak layak alias tidak memenuhi standart untuk dijadikan berita. Jika alasan seseorang disebut sebagai tokoh nasional karena orang tersebut memiliki pengaruh positif yang luas bagi kehidupan bangsa Indonesia, maka Emha Ainun Najib merupakan tokoh nasional.

Emha Ainun Najib bersama rombongan musinya yang bernama “Kiai Kanjeng” rutin mengadakan sebuah acara dengan konsep sinau bareng diberbagai kota misalnya Mocopat Syafaat (Yogyakarta), Kenduri Cinta (Jakarta), Padhang Mbulan (Jombang), Gambang Syafaat (Semarang), Obor Ilahi (Malang) dan lain sebagainya. Lewat rutinitas sinau bareng inilah Emha Ainun Najib menguatkan spiritualitas, mentalitas, dan moralitas para masyarakat bawah dari berbagai pelosok negeri.

Ditengah gelombang saling fitnah sana sini, gelombang merasa paling benar sendiri, dan gelombang fasisme maupun radikalisme yang menerjang masyarakat Indonesia, apa yang dilakukan Emha merupakan hal yang menyejukkan.

Berfikir Luwes dan Cenderung Santai 

Dengan keluwesan cara berfikirnya, ia merangsang orang lain untuk mampu berfikir sendiri secara rasional dan dari pandangan sudut cinta atau kasih sayang untuk mampu memilih jalan yang terbaik menurut pribadi. Emha juga memancing masyarakat untuk mampu berfikir dalam bidang agama, politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Emha Ainun Najib selalu memberikan kemungkinan-kemungkinan terhadap suatu permasalahan, bukan mengadili berdasarkan pandangan subjektifnya.

Disitulah Emha Ainun Najib membentuk mentalitas dan mortalitas masyarakat agar selalu berfikiran secara objektif sehingga begitu ada masalah tidak langsung mengadili dengan pandangan subjektif yang melambungkan egoisme. Dengan mampu berpandangan secara objektif menghasilkan kesadaran bahwa yang benar tidak selalu saya dan kami sedangkan yang salah tidak selalu kamu dan kalian.

Dengan dimilikinya pandangan objektif memungkinkan kita untuk tidak menjadi sosok yang merasa benar sendiri sehingga mengkafir-kafirkan yang lain, tidak selalu merasa paling pintar apalagi gemar memintari yang lain. Kesadaran-kesadaran semacam itu tanpa disadari telah di tanamkan oleh Emha kepada jamaahnya. Apabila hal-hal semacam ini dapat tumbuh di kesadaran masyarakat Indonesia, maka integritas bangsa yang sejatinya akan memiliki kemungkinan besar untuk terwujud.

Pemilihan Kata yang Tepat Saat Memimpin Acara

Didalam acara-acara rutin maiyahnya, Emha cenderung menggunakan kata- kata dan analogi yang sederhana dalam pemilihan katanya, karena Ia menyadari dengan siapa Ia berbincang, dimana tingkatan lawan bicaranya, sejauh mana lawan bicaranya mampu menangkap apa yang Ia bicarakan. Justru dengan bahasa yang sederhana itulah pendapat-pendapatnya mudah difahami oleh masyarakat luas meskipun tak berpendidikan.

Emha juga selalu memandang positif setiap jamaah yang dating, sekalipun itu seorang preman. Karena baginya apabila orang tidak memiliki tauhid, tidak akan mungkin orang tersebut mampu duduk diacara tersebut selama berjam-jam hanya untuk mendengarkannya.

Fakta Emha Ainun Najib 

Emha adalah sosok yang sederhana, terlihat dari pakaian yang dikenakannya. Juga merupakan sosok yang rendah hati, kerendah hatiannya terlihat dari cara bicara dan perilakunya yang memposisikan diri sebagai hamba Allah yang lemah. Kerendah hatiannya juga terlihat di tulisan-tulisan beliau, di buku-buku karangan beliau.

Dimana saat buku tersebut menceritakan tentang dirinya, Ia selalu memilih kata-kata yang membuat orang menyangka bahwa itu bukanlah Emha Ainun Najib. Ada banyak buku-buku yang telah ditulis Emha Ainun Najib, diantaranya Demokrasi La Roiba Fih, Saat-Saat Terakhir Bersama Soeharto, Mati Ketawa Ala Refotnasi, dan lain sebagainya. Dalam setiap tulisannya, ia selalu menyelipkan nilai-nilai kehidupan.

Demikianlah tulisan tentang Jasa Implisit Emha Ainun Najib, semoga dengan adanya tulisan ini dapat menjadi inspirasi dan bermanfaat bagi segenap pembaca. Adapun penulis artikel ini adalah Dzikrul Muttaqin Ubaidillah. Terima kasih.
-FaktaTokoh-

Subscribe to receive free email updates:

16 Responses to "Emha Ainun Najib dan Jasa Implisitnya"