I Gusti Ketut Pudja, Tokoh Multikultural dan Penentu NKRI dari Bali Utara

-fakta tokoh-

FaktaTokoh.Com- Indonesia merupakan sebuah negara yang sangat beragam. Bhinneka Tunggal Ika, beragam dari segi budaya, agama, kepercayaan, ras, maupun golongan. Negara Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Dimana Sang Saka Merah Putih berkibar dalam kentara langit biru Indonesia, tepatnya di Jalan Pegangsan Timur 56, Jakarta saat proklamasi dilaksanakan. Dalam catatan sejarah, terdapat banyak sekali nama-nama pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia.

Pahlawan


Pada November 2017 lalu, jumlah pahlawan nasional di Indonesia mencapai 173 orang. Masih banyak pula nama-nama pahlawan yang diusulkan untuk menjadi pahlawan nasional. Namun aspek yang paling mengkhawatirkan adalah mencari pahlawan nasional yang memiliki sifat kepahlawanan, dapat menjadi teladan bagi masyarakat, mengutamakan kepentingan umum, jujur, dan memiliki komitmen terhadap NKRI. Pahlawan-pahlawan tersebut berasal dari berbagai pelosok yang ada di Indonesia.

I Gusti Ketut Pudja Pahlawan Nasional


Salah satu pahlawan yang memiliki karakter kepahlawanan, multikultural, toleransi, demokrasi, rela berkorban, dan memiliki komitmen terhadap NKRI bisa kita temukan pada sosok seorang pahlawan dari Bali Utara, tepatnya di Singaraja.

I Gusti Ketut Pudja, seorang tokoh inspiratif dan penuh teladan. Beliau lahir di Kota Singaraja pada tanggal 19 Mei 1908. Beliau merupakan putra ke-5 dari pasangan I Gusti Nyoman Raka dan Jero Ratna Kusuma. I Gusti Ketut Pudja terlahir dari kaum bangsawan yang membuatnya tidak begitu sulit untuk mendapatkan pendidikan.

Pendidikan I Gusti Ketut Pudja


Pada tahun 1934, ketika beliau berusia 26 tahun, beliau berhasil meraih gelar Mester in the Rechten (Ahli Hukum pertama di Bali) dari Recths Hoge School di Jakarta. Setahun kemudian, Beliau mulai mengabdikan dirinya di sebuah kantor Residen Bali dan Lombok di Singaraja. Pada tahun 1936, Beliau ditempatkan di Pengadilan Negeri yang pada saat itu disebut Raad van Kerta.

Pada awal pendudukan Jepang, I Gusti Ketut Pudja ditugaskan mengaktifkan kembali kegiatan pemerintahan sipil. Kiprahnya dalam dunia politik nasional berawal ketika pemerintah angkatan darat XVI Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 7 Agustus 1945.

I Gusti Ketut Pudja Anggota PPKI


Kala itu, Ketut Pudja terpilih sebagai salah satu anggota PPKI mewakili sunda kecil (saat ini Bali dan Nusa Tenggara). Beliau telah memberikan kontribusi dalam pemikiran khususnya mengenai pembukaan alinea ke-3 UUD 1945. Beliau mengusulkan kata ‘Tuhan” dalam pembukaan UUD 1945. Alasan dari usulan tersebut ialah agar UUD dapat diterima oleh seluruh penduduk yang beragama, yakni menyelamatkan UUD 45 dari warna khas agama tertentu.

Pada tanggal 22 Juni 1945, terbentuklah piagam jakarta charter yang menghasilkan 5 butir cikal bakal pancasila, yaitu
  • Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya
  • Kemanusiaan yang adil dan beradab
  • Persatuan Indonesia
  • Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  • Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagian masyarakat yang berasal dari Indonesia di bagian timur, yang termasuk di dalamnya adalah I Gusti Ketut Pudja tidak setuju dengan isi yang ada dalam bunyi sila pertama. Karena bagaimanapun juga Indonesia memiliki banyak agama serta kepercayaan. Akhirnya, beliau mengsulkan agar bunyi sila pertama diubah dan berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Akhirnya usul dari I Gusti Ketut Pudja diterima dan diwujudkan setelah Moh. Hatta berdiskusi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimejo, dan Ki Bagus Hadikusumo. Nama Ketut Pudja juga terlibat dalam perumusan naskah proklamasi di rumah Laksmana Maeda pada tanggal 16 Agustus 1945 hingga esok dini hari.

Esoknya Beliau juga menjadi saksi sejarah terpenting bangsa Indonesia yang terjadi di Jalan Pegangsan Timur no 56 Jakarta atau tepatnya di rumah Soekarno. Setelah proklamasi kemerdekaan dilaksanakan, sehari setelah itu PPKI mengadakan rapat pembahasan tentang dasar negara.

I Gusti Ketut Pudja Gubernur


Bersamaan dengan ditetapkannya rancangan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 pada sidang PPKI pertama yaitu tanggal 18 Agustus 1945, Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia. Pada tanggal 22 Agustus 1945, I Gusti Ketut Pudja diangkat oleh Soekarno sebagai Gubernur Sunda Kecil (sekarang Provinsi Bali, Provinsi NTB, dan Provinsi NTT).

Pada saat itu masih disebut Wakil Pemimpin Besar Bangsa Indonesia Sunda Kecil. Tugas utamanya ialah menyebarluaskan dan menjelaskan konsep serta struktur pemerintahan kepada seluruh masyarakat hingga ke pelosok.

Selain itu, Beliau juga memerintahkan para pemuda untuk melucuti Jepang yang pada masa itu masih berada di Bali. Selama menjabat menjadi Gubernur Sunda Kecil, Beliau beberapa kali masuk tahanan. Pertama kali beliau diculik oleh Jepang, karena penyerbuan para pemuda yang gagal untuk mendapatkan senjata pada 13 Desember 1945.

Beliau ditahan kurang lebih selama satu bulan. Setelah dibebaskan dari tahanan, I Gusti Ketut Pudja masuk ke daerah Republik Indonesia, yaitu Yogyakarta. Kedatangan beliau disambut hangat oleh Presiden Soekarno. Beliau ditempatkan pada Kementerian Dalam Negeri dan diberikan tugas untuk
mengikuti jalannya pemerintahan di daerah-daerah.

Penangkapan kedua dilakukan di Bali ketika Belanda tiba pada awal maret 1946. I Gusti Ketut Pudja dipenjarakan dalam waktu yang cukup lama dan dibebaskan pada bulan Maret 1948. Jabatan lain yang pernah diemban oleh Beliau adalah sebagai pejabat di Departemen Dalam Negeri dan sempat menjadi Ketua BPK hingga masuk masa purna bakti pada 1968.

I Gusti Ketut Pudja meninggal pada tanggal 4 Mei 1977 di Jakarta pada usia 68 tahun. Atas jasanya Presiden Soeharto pada saat itu menganugerahkan penghargaan Bintang Mahaputera Utama kepada I Gusti Ketut Pudja dan akhirnya pada tahun 2001 ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 113/TKA2011. Atas semua jasa dan pengabdian Beliau, Pemerintah RI telah menghadiahkan dua tanda penghargaan, yaitu Satya Lencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan dan Satya Lencana Karya Satya Kelas II.

Pada tanggal 19 Desember 2016 lalu, Pemerintah Republik Indonesia mengabadikan beliau di pecahan uang logam baru, pecahan Rp1.000,00. I Gusti Ketut Pudja menyerahkan dharma baktinya untuk kepentingan nusa dan bangsa.

Pengabdiannya dilakukan tanpa pamrih. Besar dan tulusnya pengabdian yang telah Beliau sumbangkan akan tercatat dalam lembaran sejarah perjuangan bangsa. Berjuang secara tulus. Memikirkan bagaimana nasib bangsa ke depannya. Banyak sekali nilai-nilai kepahlawanan maupun kepemimpinan yang dapat diteladani dari I Gusti Ketut Pudja.

Nilai-nilai tersebut sangat berguna bagi seluruh lapisan masyarakat, siswa, guru dan utamanya pejabat-pejabat tinggi negara, dengan harapan agar jiwa kepemimpinan yang dimiliki oleh sosok pahlawan I Gusti Ketut Pudja bisa tertanam dalam jiwa generasi penerus bangsa, yang nantinya bisa meneruskan perjuangan dari Beliau.

Demikianlah tulisan mengenai "I Gusti Ketut Pudja, Tokoh Multikultural dan Penentu NKRI dari Bali Utara" yang ditulis dan diarngkum dengan baik oleh Dewa Ayu Made Kislina. Semoga dengan adanya tulisan ini bisa bermanfaat bagi segenap pembaca sekalian yang sedang memerlukan informasi mengenai "Biografi Tokoh". Trimakasih, 
-FaktaTokoh-

Subscribe to receive free email updates:

8 Responses to "I Gusti Ketut Pudja, Tokoh Multikultural dan Penentu NKRI dari Bali Utara"

  1. Artikelnya sangat membantu. Makasi banyak,,

    BalasHapus
  2. Artikelnya keren. Semangatt....

    BalasHapus
  3. iya, semoga dapat menginspirasi dan tauladan untuk semuanya ya? semangat...

    BalasHapus
  4. iya, makasih atas infonya min. ini lomba ya min?

    BalasHapus
  5. iya, ini lomba. yukk,,, ikutin lombanya. siapa tau, kamu yang terbaik... sekalian memberitahu kalau ada lho pahlawan yang sebenarnya berjasa untuk negara, selain Bung Karno dan Bung Hatta. Ayooo,,, agar bisa menambah pengetahuan dan wawasan tentang Indonesia.

    BalasHapus